Kamis, 28 Juni 2018

Senyum dan Salam Damai Kristus

Minggu, 24 Juni 2018 adalah merupakan salah satu Minggu yang sangat berkesan buat saya. Selain karena pembelajaran Krisma dimulai dapat berjumpa dengan sesama teman yang belajar Krisma setelah Minggu sebelumnya diliburkan karena libur idul fitri. Selanjutnya hal yang berkesan adalah karena kebetulan di Minggu tersebut dan di lokasi yang sama berlangsung dua kegiatan yaitu ada yang belajar Krisma dan ada yang mengadakan Seminar Spritualitas Ibu Teresa dengan pembicara utama yaitu Romo T. Krispurwana Cahyadi, SJ. 

Dari awal saya sudah merencanakan setelah belajar Krisma akan langsung mengikuti seminar tersebut karena sebelumnya sudah melihat jadwal seminar yang puji Tuhan ternyata saya masih bisa mengikuti seminar tersebut selama kurang lebih 70 menit.

Setelah selesai belajar Krisma dan sempat saling menyapa terhadap beberapa teman, saya menitipkan absensi saya dan berpesan kepada adik saya untuk mengurusnya karena saya buru-buru ke lantai dua untuk mengikuti seminar Spritualitas Ibu Teresa. 

Setelah mengisi absensi peserta seminar mewakili lingkungan, saya langsung masuk ke dalam ruangan. Saat masuk ruangan kesan pertama yang saya lihat dan rasakan adalah adanya kebahagiaan, sukacita, penuh senyum dan ketawa dari peserta seminar. Saya langsung mengarahkan pandangan ke sekeliling, berharap masih ada kursi kosong. Setelah mendapat kursi kosong persis di bagian tengah depan, saya langsung mengarahkan pandangan kepada Romo Kris yang sedang berbicara di depan. Setelah menyaksikan dan mendengarkan langsung saya pun mengerti mengapa suasana riuh dan penuh gelak tawa. 😁😁

Hal pertama yang saya dengarkan mengenai spiritual Ibu Teresa yang disampaikan oleh Romo Kris adalah mengenai *senyum*.

“Perdamaian dimulai dengan senyuman.”

Sebenarnya yang disampaikan Romo Kris sangat sederhana tapi menarik perhatian untuk disimpan dalam ingatan :
1. Ketika salam damai - sangat penting saya lebih dulu berdamai dengan diri sendiri supaya saya bisa memberikan senyuman kepada saudara/i yang duduk di sekeliling saya sewaktu salam damai. Supaya tepat ketika memberikan salam damai, saya mengatakan *Salam Damai Kristus* sembari memberikan senyuman hangat yang mendamaikan hati.. 😊😊
2. Ketika perayaan Ekaristi/Misa sudah selesai - sangat baik kalau saya menemui teman-teman, mengobrol dan saling menyapa satu sama lain (minimal say hello lah), jangan langsung pulang/berjalan lurus tanpa melihat kiri kanan/tanpa menyapa maksudnya hehe.. 😁😁

Mengapa demikian, karena ada poin penting yang seringkali kurang saya pahami yaitu sudah jelas disebutkan dalam doa tobat.... ;
Selain saya mengaku telah berdosa kepada Tuhan, saya juga mengaku berdosa kepada sesama. Dan selain kepada Bunda Maria, Para Malaikat dan Orang Kudus, saya juga memohon kepada sesama untuk mendoakan saya kepada Allah Tuhan kita.. πŸ˜‡πŸ˜‡

Itu berarti bahwa saya mengikuti perayaan Ekaristi/Misa/beribadah itu hendaklah jangan individual/perseorangan/menyendiri tapi hendaknya saya mengikuti perayaan Ekaristi adalah untuk suatu kesatuan/kebersamaan dengan Tuhan Allah juga dengan sesama.. Saat perayaan Ekaristi saya membutuhkan sesama terlebih lagi membutuhkan Tuhan.. πŸ˜‡πŸ˜‡

Oleh karena itu saya harus tersenyum dengan tulus dan harus saling menyapa satu sama lain (menjalin relasi yg mendamaikan hati dengan sesama banyak manfaatnya).. 😊😊


NB :
ΔΔ Tulisan ini bukan untuk diperdebatkan, tujuan yang paling utama adalah untuk mengingatkan saya sendiri (khususnya) akan pentingnya senyum dan berelasi yang baik dengan sesama terlebih lagi dalam anggota Gereja.. 😊😊
ΔΔ Tulisan ini ada karena terinspirasi dari seminar Spritualitas Ibu Teresa yg disampaikan oleh Romo T. Krispurwana Cahyadi, SJ.. πŸ™πŸ˜‡
ΔΔ Tulisan ini adalah 1 (satu) hal penting dari sekian banyak hal yang disampaikan oleh Romo T. Kris, kebetulan saat ini saya sedanng tertarik untuk menulis tentang *senyum dan damai*.. πŸ™πŸ˜‡


#JezuUfamTobie πŸ™πŸ˜‡


@LentiAsitaSidauruk
















1 komentar: