::
Pernah tidak kita merasa berkecukupan dengan apa yang sudah di raih selama ini atau justru merasa sangat kekurangan, meski telah memiliki rumah pribadi, kendaraan pribadi, pekerjaan yang mapan juga pasangan hidup ? Semua orang ingin hidup berkecukupan, kaya raya dan memiliki segala yang dibutuhkan.
Semua orang bekerja untuk mendapatkan apa yang di inginkan selama ini. Bahkan seringkali kita melihat orang kaya yang merendahkan orang - orang miskin.
Orang miskin yang tidak diterima di rumah sakit ternama hanya karena tidak memiliki uang. Bahkan ada pepatah orang miskin di larang sakit. Hal tersebut sungguh benar-benar kejam dan berarti tidak adanya rasa saling tolong menolong. Keadaan ketika si kaya mencaci si miskin, ketika si kaya merendahkan si miskin.
Padahal manusia diciptakan untuk saling tolong menolong, untuk saling menghargai satu sama lain, bukan malah membedakan secara kasta.
Tuhan menciptakan manusia dengan sederajat. Ketika si kaya merasa telah memiliki segalanya, apa mereka memang sudah benar-benar memiliki segalanya? Apakah mereka merasa si miskin tidak memiliki apapun? Justru hal yang perlu kita semua ketahui, bahwa kaya raya bukan berarti jaminan. Seperti pada penggalan kisah di bawah ini, yang akan membukakan mata kita, melihat kenyataan yang sering kali tidak kita perhatikan.
Suatu hari, seorang ayah dari sebuah keluarga yang sangat kaya raya membawa anaknya pergi ke suatu negeri yang sebagian besar penduduknya hidup dari hasil tani. Sang ayah membawa anaknya dengan maksud untuk menunjukkan bagaimana kehidupan orang-orang yang miskin di negeri tersebut.
Mereka menghabiskan beberapa hari di sebuah tanah pertanian milik keluarga yang terlihat sangat miskin. Lalu sepulang dari perjalanan tersebut, sang ayah bertanya kepada anaknya.
“Bagaimana perjalanan kemarin, nak?”
“Sungguh luar biasa, yah,” jawab si anak antusias.
“Kamu lihat, kan, bagaimana kehidupan mereka yang miskin?”
“Iya, yah.”
“Lalu, apa yang kamu dapat pelajari dari perjalanan kita kemarin?”
“Sungguh luar biasa, yah,” jawab si anak antusias.
“Kamu lihat, kan, bagaimana kehidupan mereka yang miskin?”
“Iya, yah.”
“Lalu, apa yang kamu dapat pelajari dari perjalanan kita kemarin?”
Lalu si anak menjawab dengan nada yang antusias, “Saya melihat kenyataan bahwa kita hanya mempunyai seekor anjing sedangkan mereka memiliki empat ekor. Kita punya sebuah kolam yang panjangnya hanya sampai ke tengah taman, sedangkan mereka memiliki sungai kecil yang tak terhingga panjangnya.
Kita memasang lampu taman yang dibeli dari luar negeri dan mereka memiliki bintang-bintang di langit untuk menerangi taman mereka. Beranda rumah kita begitu lebar mencapai halaman depan sedangkan milik mereka seluas horison.
Kita tinggal dan hidup di tanah yang sempit, sedangkan mereka mempunya tanah sejauh mata memandang. kita memiliki pelayan untuk melayani kebutuhan kita sedangkan mereka melayani diri mereka sendiri.
Kita membeli makanan yang akan kita makan, sedangkan mereka menanam makanan itu sendiri. Kita mempunya dinding indah yang melindungi diri kita sedangkan mereka memiliki teman-teman untuk menjaga kehidupan mereka.”
Mendengar cerita tersebut, sang ayah tidak dapat berkata apa-apa. “Terima kasih, yah, akhirnya aku tahu betapa miskinnya diri kita,” tambah si anak.
Mendengar cerita tersebut, sang ayah tidak dapat berkata apa-apa. “Terima kasih, yah, akhirnya aku tahu betapa miskinnya diri kita,” tambah si anak.
Setelah membaca penggalan cerita diatas, kini semua tahu bahwa kaya raya memang bukan sebuah jaminan. Apa yang telah kita miliki hingga saat ini, apa yang sudah di capai, seberapa kaya apa yang telah kita miliki masih belum benar-benar berarti bila dalam diri sendiri masih sangat miskin.
Miskin untuk saling tolong menolong, miskin untuk saling menghargai dan miskin untuk melihat keadaan yang sebenarnya.
By : ka CSS
0 komentar:
Posting Komentar