Suatu hari, seorang murid diajak berkeliling oleh gurunya. Di sepanjang
perjalanan, sang guru memberikan berbagai nasehat kehidupan pada
muridnya, yang mendengarkan dengan penuh perhatian. Rupanya, inilah hari
terakhir sang murid sebelum turun gunung dan mengamalkan berbagai ilmu
yang didapatnya.
Kemudian di tepi sebuah hutan, mereka menemukan sebuah sungai kecil yang tidak
memiliki jembatan. Karena sungainya tidak terlalu lebar, sang guru dan
murid tanpa kesulitan melompatinya sampai ke seberang. Hanya saja,
karena langkah kaki dan ilmunya belum sehebat sang guru, si murid harus
mengambil ancang-ancang dua langkah ke belakang.
Mereka pun
meneruskan perjalanan sembari terus membicarakan banyak hal. Tanpa
terasa, jalan mereka pun terus naik dan mendaki hingga kemudian sang
guru berhenti di sebuah tebing jurang yang cukup tinggi.
“Nah,
kita sudah hampir tiba di tempat tujuan. Sekarang, kita melompat ke
ujung bukit di sana,” pesan sang guru yang tiba - tiba langsung melompat
tinggi dan mendarat mulus di seberang. “Ayo, lompat!”
Si murid
sejenak melongok ke dalam jurang. Meski tak terlalu dalam, tapi itu
cukup untuk membuatnya sedikit ketakutan. Melihat itu, gurunya berujar,
“Ayo, jangan takut! Itu jaraknya sama dengan sungai yang kita lewati
tadi.”
Meski ragu, si murid pun berusaha menuruti gurunya. Ia
merasa tak punya pilihan lain. Apalagi, gurunya mengatakan, jaraknya tak
lebih lebar dari saat ia menyeberang di sungai yang tadi dengan mudah
dilompatinya. Namun, saat berlari hendak melompat, tiba - tiba ia
berhenti. Ia ragu - ragu, karena jika salah ambil ancang-ancang,
akibatnya jauh lebih fatal dibanding saat melompati sungai.
Karena itu, si murid mencoba mengambil langkah mundur lebih jauh.
Setidaknya, ia mundur hampir sepuluh langkah agar ia bisa berlari
kencang sebelum melompat. Ketika mengambil jarak lebih jauh, kecepatan
larinya berhasil membuat ia berhasil melompat jauh hingga sampai ke
seberang dengan selamat.
Sembari mengelus kepala si murid
dengan penuh kasih, sang guru memberi wejengan lain. “Muridku, kamu tahu
apa yang membedakan lompatanmu saat di sungai dan di tebing jurang
tadi? Meski jaraknya sama, keduanya punya tantangan yang berbeda. Maka,
kamu mengambil ancang-ancang mundur lebih jauh saat di tebing jurang
untuk memastikan keselamatanmu.
Begitu juga dengan kehidupan
ini. Kadang, saat tantangan yang lebih hebat menghadang, kita perlu
mundur sedikit lebih jauh. Ini semata adalah upaya kita untuk bisa
melompat lebih jauh dan tinggi. Maka, suatu kali nanti, jika kamu merasa
mengalami kemunduran, kegagalan, kesulitan, bahkan jatuh.. jangan
pernah berputus asa. Barangkali, itu justru langkah mundurmu agar bisa
belajar melompat lebih tinggi.”
Cerita di atas tepat sekali
untuk menggambarkan sebuah pepatah bijak: yi tuì wéi jìn” ( mundur,
untuk melompat jauh ke depan ). Jika diresapi maknanya, akan melahirkan
kekuatan di tengah hadangan dan terjangan badai kehidupan yang sering
terjadi. Bahkan, saat mundur itulah, masa paling suram itulah, jika kita
tahan, terus maju, ulet, makin kerja keras maka pintu sukses akan
terbuka lebar.
Jadikan setiap momen kesulitan, ujian, dan
cobaan sebagai masa belajar dan evaluasi untuk memperbaiki keadaan.
Jangan sesali dan jangan pernah mengeluh. Sebab, bisa jadi, ujian
terberat itu justru membuka banyak peluang di masa depan.
By : Ka Christianus Seageat Sulistya
Senin, 15 September 2014
Mundur untuk Melompat Jauh
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar